Tidak mau ribet beli alat musik? Silakan belanja online via Shopee

Minggu, 17 Maret 2013

Peringatan Maulid Nabi Terakhir di Darunnajat

mahalul-qiyam
     Meski bulan Maulid telah berlalu namun tidak membuat pondok moderen Darunnajat yang di asuh KH. Aminuddin Masyhudi lantas meninggalkan momennya begitu saja. Sudah menjadi rutinitas tahunan di pesantren yang mengajarkan pendidikan salafi [kitab Kuning] dan moderen [pelajaran bahasa Inggris, Arab, dll.] ini, senantiasa memperingati Maulid
pada bulan-bulan setelahnya. Hal ini dilakukan karena
kesibukan sang pengasuh yang selalu berkeliling ke pelosok Jawa khususnya, untuk menghadiri peringatan-peringatan Maulid di tempat lain terlebih dahulu.
     Acara yang dilaksanan pada hari Ahad tanggal 17 Maret 2013 Masehi atau bertepatan pada 5 Jumadil-Ula 1434 Hijriyyah itu dimulai pada pukul 08:00 WIB dengan pembuka acara parade Shalawat Nabi oleh santri-santri grup Hadrah Darunnajat. Tempatnya di mesjid pesantren yang berlokasi di desa Tegal Munding, Pruwatan, kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
     Ribuan pengunjung, Muhibbin, kyai, habaib sampai perwakilan pemerintahan daerah  hadir. Sehingga ruangan mesjid tidak mampu menampung mereka. Halaman mesjid, bahkan jalan desa sekeliling pesantren pun penuh dengan jamaah yang berniat ikut menyemarakkan acara tersebut.
     Kurang lebih pukul 10:00 WIB pembacaan sejarah nabi yang terkenal dengan sebutan Maulid Habsyi atau Maulid Simtud-Dhurar mulai dibacakan oleh para kyai dan habib dengan iringan rebana Hadrah santri-santri Darunnajat. Jamaah yang duduk dan berdiri di luar mesjid banyak yang merangsek ke bibir teras mesjid, berharap dapat berkah dari lantunan bait-bait pujian kepada Rasulullah SAW tersebut.
     Tepat pukul 11:00 ketika Mahalul-Qiyam dikumandangkan, jamaah diluar mesjid mengambil kesempatan masuk ke dalam mesjid dan ikut berdiri di sana. Mereka bersama -sama larut dalam lantunan syahdu bait-bait syairnya yang konon pada saat itu Rasulullah Muhammad SAW berkenan hadir di tengah-tengah mereka. Suasananya sangat semarak dan khusyu. Terdengar tangis tertahan, air mata meleleh, keharuan dan kerinduan bercampur menjadi satu dalam irama Hadrah dan syair Mahalul-Qiyam[lihat: suasana Mahalul-qiyam].
     Acara kemudian ditutup dengan mauidlatul khasanah oleh beberapa habib dan seorang kyai dari organisasi Nahdlatul-'Ulama.

Baca juga pos lainnya di bawah...

0 komentar: