Tidak mau ribet beli alat musik? Silakan belanja online via Shopee

Minggu, 09 September 2012

Kisah Jual Rebana Digendong keliling Kampung | Jurus Barakah Kyai Bagian I

Kisah berkah atau barokah menjadi pengrajin rebana sengaja dipublikasikan dalam rangka evaluasi dan 'pembingkaian kenangan', dengan harapan suatu saat akan bisa diambil hikmahnya oleh kami pribadi dan anak cucu :) 
Tentunya kami merasa senang jika pembaca yang menemukan artikel ini juga bisa merasakan hikmah dan manfaatnya.
Bisa disebut cerita ini sebagai Cerbung (Cerita Bersambung) dari perjalanan real kami (Untuk selanjutnya kami disingkat Stb, Red.), semenjak memperkenalkan nama dan produk kepada masyarakat luas sampai dengan saat yang akan datang, insyaa Allah.
 
Imbas Krisis Moneter
Krisis moneter atau krisis ekonomi yang melanda dunia dan Indonesia pada tahun 1997 bukan saja membuat ratusan perusahaan besar gulung tikar, tetapi usaha kecil seperti produsen alat musik rebana ikut juga merasakan akibatnya.

Mayoritas orang tentu akan berfikir: lebih baik membelanjakan uang untuk membeli kebutuhan pokok daripada mementingkan hobinya, membeli alat musik misalnya. Maka, orang tua yang hanya memiliki usaha satu-satunya ini (membuat alat musik), akhirnya benar-benar ikut mati suri. Akibatnya, Stb yang sesungguhnya masih haus ilmu di pesantren, memutuskan untuk keluar dan membantu ekonomi keluarga. Cita-cita mencari ilmu setinggi langit pun terpaksa harus dikubur dalam-dalam. Stb harus mencari uang!


Label Solichin Toip
Tahun 1998, setelah kurang lebih satu tahun membantu usaha orang tua dalam membuat alat musik rebana, Stb memutuskan untuk membuat dan memisahkan diri dari stempel orang tua " Toip ", dengan menambahkan nama diri di depannya. Maka jadilah merek " Solichin Toip " sebagai brand rebana Stb. 
Sebelumnya, sejak sekolah SMP 1987 an, sepulang sekolah sudah terbiasa membantu mereka dalam membuat alat musik Genjring. Dilanjutkan membantu sekaligus membuat dagangan sendiri pada tahun 1992-1994. Namun di tahun-tahun tersebut pemakai dan penikmat alat musik rebana belum merata ke seluruh wilayah Indonesia, seperti sekarang ini.
 
Keliling Kampung Gendong Dagangan
Mengharapkan pembeli rebana dengan kebesaran nama " Toip " di rumah saja tentu akan sulit berkembang. Maka Stb memutuskan untuk berkeliling kampung, memperkenalkan nama dan produk " Solichin Toip " ke semua lapisan masyarakat, dari pintu ke pintu, dari kampung ke kampung dari beberapa kota, khususnya wilayah Banyumas, Cirebon dan Kuningan, Jawa Barat.  Saat itu baru ada satu jenis alat rebana yaitu Genjring Syrakal yang terdiri dari minimal 4 buah Genjring (Hadroh diameter 37-40 x 8 cm) dan 1 set Terbang Jawa Klasik (Rebana dengan rakitan dari tali penjalin).


Umumnya pendatang baru, menemui kesulitan di setiap perjalanan keliling kampung adalah hal biasa. Berjalan kaki berkilo-kilometer menawarkan dagangan, kemalaman di jalan sehingga harus istirahat di sembarang tempat, semua itu menjadi bagian dari cerita suka dan duka yang tak terlupakan. Namun Stb terus melakukannya dengan tanpa lelah dan selalu penuh dengan doa, harapan dan akan sukses, kelak. 
 
Takdir Allah menuntun Stb untuk bersilaturahmi ke guru yang sudah sekian tahun tak dikunjungi, di daerah Lengkong, Kuningan, Jawa Barat. Yaitu KH Uci Syarifudin dan KH Harun ar Rasyid. Tepatnya di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin. Beliau berdua berkenan memberikan 'memo' agar Stb bisa bersilaturahmi dan membuat 'kesepakatan bisnis' dengan orang kepercayaan beliau berdua: al Ustadz Maksum
 

0 komentar: