Industri Rebana di desa Kaliwadas, kecamatan Bumiayu, kabupaten Brebes,
Jawa Tengah, dimulai pada era 70-an atas jasa seorang pengusaha dari Tasikmalaya
yang mengenalkan alat musik pukul ini ke luar daerah dengan mendirikan Toko Rebana di Pasar Ikan, Jakarta. Haji Sulaiman, nama
pengusaha itu ( almarhum ) bekerja sama dengan seorang pengrajin bernama
bapak Toip (ayah Solichin). Sebelumnya usaha rumahan
ini mengalami perkembangan yang kurang memuaskan dikarenakan orang lebih memilih
alat musik modern. Musik Rebana
dianggap kuno dan kampungan, begitu beberapa pandangan menanggapi kemunculan
alat musik pengiring Shalawat Nabi ini.
Bahkan pada tahun 1980-an musik rebana di ambang kepunahan, karena peminatnya yang
tidak berkembang. Tidak ada regenerasi. Baru pada tahun 1990 -an jenis
musik yang notabene pernah dikenalkan oleh kaum Anshar Madinah ketika menyambut
kaum Muhajirin Mekkah pimpinan Rasulullah SAW ini mulai menggeliat. Namun
sayang, tahun 1997 krisis moneter menerpa negeri Indonesia yang mayoritas
penduduknya muslim ini. Orang lebih
memilih membelanjakan uangnya untuk membeli beras atau bahan makanan daripada kesenangan ( hobbi )
bermain rebana yang tidak mengenyangkan, kira-kira demikian persepsi mayoritas penduduk muslim Indonesia, ketika itu. Musim paceklik alat musik rebana berlangsung hingga 2 tahun. Memprihatinkan !
Tahun keemasan alat musik rebana dimulai lagi dan berlangsung pada tahun 1999 di era presiden Abdurrakhman
Wahid ( Gus Dur ) hingga sekarang ! Saat itu peminat rebana mulai meluas dan
menjadi gengsi, terutama sekolah-sekolah_di samping Marching Band, sebagai
kegitan ekstrakulikuler dan sarana promosi
untuk menjaring murid baru sebanyak mungkin.
Kini, pengrajin rebana telah mendekati angka seratus orang. Namun yang asli pengrajin sebenarnya hanya belasan orang. Kebanyakan adalah penjual atau pemodal. Dengan bermodal dana dan tempat ( toko ) di pinggir jalan mereka memasang papan nama 'Sentra Rebana Kaliwadas, Sentra Rebana Bumiayu, Sentral Industri Rebana. Ada lagi sentra Marching Band, Sentra Marawis,' dan lain-lain.
Kini, pengrajin rebana telah mendekati angka seratus orang. Namun yang asli pengrajin sebenarnya hanya belasan orang. Kebanyakan adalah penjual atau pemodal. Dengan bermodal dana dan tempat ( toko ) di pinggir jalan mereka memasang papan nama 'Sentra Rebana Kaliwadas, Sentra Rebana Bumiayu, Sentral Industri Rebana. Ada lagi sentra Marching Band, Sentra Marawis,' dan lain-lain.
0 komentar:
Posting Komentar